ISTIMEWANYA KONSISTEN
ISTIMEWANYA KONSISTEN
Sat, 14 October 2023 4:47
Untitled-design

Sebagai orang Indonesia hampir semua dari kita pasti sering mendengar satu peribahasa ini, satu peribahasa yang diajarkan dari zaman kakek nenek kita, satu peribahasa yang berbunyi “sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit”  akan tetapi dikarenakan begitu seringnya kita mendengar peribahasa tersebut kita tidak tahu betapa istimewanya arti yang terkandung dalam peribahasa itu, sebagaimana kita yang selalu dalam berada dalam Kesehatan tidak pernah tahu betapa istimewanya sehat itu sampai itu diambil dari kita.

Sedikit demi sedikit

Sebagai seorang muslim peribahasa di atas mungkin seirama dengan hadits berikut ini :

عنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : سُئِلَ النَّبِيُّ صلم أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ قَالَ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ وَقَالَ اكْلَفُوْا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ. رواه البخارى

“Dari Aisyah -semoga Allah meridhainya- berkata : Nabi pernah ditanya tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah, maka Nabi bersabda : yang terus menerus dilakukan walaupun sedikit. Dan Nabi pun bersabda lagi : dan lakukanlah amalan tersebut dengan apa yang kalian mampu kerjakan.

HR Bukhari

Kalau kita perhatikan bahwa orang orang yang sukses dalam kehidupan mereka, mereka adalah orang yang konsisten dan disiplin dengan apa yang mereka kerjakan setiap harinya walaupun itu sedikit. Terlepas dari yang mereka lakukan itu adalah yang berkaitan dengan masalah dunia ataupun yang lebih mulia lagi yaitu masalah agama.

Seorang yang ingin menjadi penulis memulai dengan menulis satu halaman per hari, tidak banyak tapi itu terus dia lakukan setiap hari, dengan konsisten dan penuh kedisiplinan maka apa yang terjadi setelah satu tahun, kemampuannya dalam menulis meningkat, pengetahuannya dalam menulis juga bertambah luas, terlebih lagi dia telah menulis sebuah buku setebal 365 halaman, sebuah buku yang siap diterbitkan.

Seorang yang ingin menguasai Bahasa asing, maka dia memulai dengan mempelajarinya sekitar setengah Jam per hari, tidak lama tapi terus dia lakukan setiap hari, penuh kedisiplinan penuh keistiqomahan, maka dalam satu tahun dia sudah banyak menguasai kosa kata, memahami, membaca serta menulis Bahasa asing yang dia pelajari tersebut.

Itu hanya sedikit contoh konsistensi dalam masalah dunia, bagaimana kalau hal tersebut kita praktekan dalam masalah agama.

Menjadi bukit

kita mendapat kesempatan untuk bekerja di salah satu dari dua buah perusahaan yang ada, perusahaan A dan perusahaan B, kedua perusahaan tersebut bergerak di bidang yang sama, menerapkan jam kerja yang juga sama 40 jam per pekan, menawarkan kepada kita juga sebuah pekerjaan yang sama, hanya saja perusahaan A letaknya dekat dengan rumah kita hanya perlu berjalan kaki untuk sampai ke sana, dan perusahaan B letaknya sedikit jauh dari rumah dan memerlukan waktu sekitar 60 menit untuk sampai ke sana menggunakan kendaraan.

Maka manakah yang akan kita pilih?

Mungkin sebagian orang akan memilih untuk bekerja di perusahaan A karena letaknya yang dekat dari rumah dan pekerjaan yang ditawarkan pun sama saja dengan yang ditawarkan oleh perusahaan B, jadi untuk apa berangkat kerja jauh jauh.

Namun ada satu hal lagi perbedaan kedua perusahaan tersebut dan menjadi pertimbangan sang pelamar pekerjaan, bahwa perusahaan A hanya menawarkan gaji sebesar  Rp. 1.000.000, sedangkan perusahaan B menawarkan gaji yang jauh lebih besar yaitu Rp. 27.000.000, maka tentunya setelah mengetahui besarnya selisih reward yang ditawarkan sejatinya sebagai orang berakal kita  tidak akan ragu lagi untuk memilih bekerja di perusahaan B. dengan gaji sebesar itu mungkin kita sudah dapat memiliki banyak hal hanya dalam beberapa bulan saja, bagaimana dengan setahun, bagaimana dengan sepuluh tahun.

Kiat memilih di antara banyak pilihan tentu harus kita jatuhkan pilihan kita kepada yang lebih baik, sama seperti contoh di atas, tentu kita ingin memiliki gaji atau reward yang paling besar.

Dalam hadits yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda :

(( صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة ))

“Shalat berjama’ah lebih afdhol/baik dibandingkan shalat sendiri sebanyak dua puluh tujuh derajat.”

Nabi صلى الله عليه وسلم sudah menjelaskan perbedaan reward atau pahala seorang yang shalat berjama’ah dan shalat sendirian, dengan begitu besarnya derajat pahala yang diberikan maka apakah masih masuk akal kalau kita memilih yang sedikit?, dalam sehari terdapat lima kali shalat maka berapa banyak pahala yang bisa kita raih dalam satu hari itu, kalikan sebulan, kalikan setahun, kalikan seumur hidup, maka kita akan mendapatkan jumlah fantastis yang tidak bisa kita hitung-hitung.

Setelah kita kalkulasikan besarnya reward yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan untuk ibadah wajib sehari-harinya, bagaimana kalau kita tambahkan dengan ibadah sunnah lain, kita tidak usah berbicara tentang yang muluk-muluk, seperti shalat tahajjud semalam suntuk, atau membaca Al-quran seharian penuh, kita bukanlah Sahabat yang kualitas dan kuantitas ibadah mereka tidak perlu diragukan lagi, kita adalah kita, kita hanya perlu melakukan apa yang bisa kita lakukan walaupun sedikit namun konsisten, seperti membaca Alqur’an satu halaman perhari, sholat dhuha 2 raka’at perhari, sedekah setiap hari walaupun dengan nominal kecil, semua itu kita lakukan dengan konsisten setiap harinya sepanjang hayat.

Insan terbaik

Definisi manusia terbaik mungkin berbeda-beda menurut pandangan manusia, sebagian berpendapat bahwa manusia terbaik adalah dia yang sukses dengan kehidupannya, sebagian yang lain berpendapat bahwa manusia terbaik dialah yang berhasil dalam bidang tertentu, sebagian yang lain berpendapat begini dan begitu, dari sekian banyak definisi yang berbeda maka definisi tentang manusia terbaik haruslah datang dari manusia terbaik pula, yaitu Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, Nabi Muhammad bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzy :

((خير الناس من طال عمره وحسن عمله))

Artinya : ((Manusia terbaik ialah yang Panjang umurnya dan baik pula amalnya.))

Maka dari hadits di atas kita bisa mengambil faidah bahwasanya amal baik yang dilakukan seorang hamba dengan rentang waktu umurnya yang Panjang menjadikan dia sebagai manusia terbaik.

Seseorang yang sudah membiasakan dirinya untuk shalat berjamaah di masjid sejak umurnya yang masih remaja dan terus dia lakukan hingga akhir hayatnya di umur yang mungkin menjadi umur rata-rata umat islam yaitu 60 tahun, dan dengan jangka waktu itu pula dia mengerjakan amal ibadah lainnya dengan konsisten walau sedikit, maka dengan batas umurnya yang Panjang, maka sebanyak itu jugalah kebaikan yang dia dapatkan, terus bagaimana kalau dia berumur lebih dari 60 tahun dan tetap berbuat amal kebaikan.

Bonus lainnya

Sebagai manusia yang lemah tentu kita tidak bisa terus-terusan melakukan suatu ibadah dengan konsisten, ada kalanya manusia itu sibuk, sakit, bepergian dan halang rintang lainnya, maka sebagai Dzat yang mengetahui kelemahan kita, Allah سبحانه وتعالى memberikan kita sebuah bonus lainnya.

Sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari menjelaskan tentang perihal tersebut :

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :)) إذا مَرِض العَبد أو سافر كُتِب له مثلُ ما كان يعمل مقيمًا صحيحًا  ((.- رواه البخاري –

Artinya : dari Abu Musa Al-Asy’ari – semoga Allah meridhainya – berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : (( apabila seorang hamba sakit atau sedang dalam perjalanan maka akan dicatat baginya ganjaran amalan seperti amalan yang biasa ia lakukan ketika dia dalam keadaan mukim dan sehat. )) – Hadits Riwayat Bukhari –

Seorang yang mendapatkan musibah sakit atau dalam keadaan safar sehingga tidak memungkinkan dia untuk dapat shalat berjamaah di masjid sebagaimana ketika dia dalam keadaan sehat dan tidak dalam perjalanan, maka Allah tetap akan memberikan pahala bagi dia seakan-akan dia shalat berjamaah di masjid sampai dia kembali sembuh atau pulang dari safarnya, begitu juga seorang perempuan yang dalam keadaan haid ataupun nifas sehingga tidak mungkin bagi dia untuk shalat, Allah tetap akan memberikan dia pahala shalat sampai dia bebas dari haid atau nifasnya.

Maka dengan hadits di atas Allah sekali lagi membuktikan bahwa dialah Dzat yang maha pemurah lagi maha penyayang untuk para hamba-hambanya.

Kamu yang pegang kendali

Layaknya sebuah pedang yang bisa digunakan untuk menyerang musuh atau melukai kawan, sebuah konsistensi pun bisa disalah gunakan oleh manusia.

Seperti yang sudah kita bahas di atas, bahwasanya manusia terbaik ialah yang Panjang umurnya, baik pula amalnya, maka sebaliknya pula sebagaimana di dalam hadits lain bahwasanya manusia terburuk ialah yang Panjang umurnya namun buruk amalnya.

Seorang yang mulai merokok satu batang perhari sejak usia remaja, tidak banyak, namun dia terus menerus lakukan hingga akhir hidupnya, maka sudah berapa banyak uang yang sudah ia habiskan percuma, berapa banyak orang yang terkena asap rokoknya, belum lagi jika dia ajarkan kembali kebiasaan itu untuk orang lain, maka berapa banyak keburukan yang akan dia tuai nanti.

Seorang yang memakan harta riba 0,0001 persen per bulan, tidak peduli berapa kecilnya, namun terus ia masukkan harta riba tersebut ke dalam kantongnya, ia nafkahkan istri dan anaknya dengan harta riba tersebut, ia belikan rumah, kendaraan dan segala kebutuhan lainnya dengan harta riba tersebut dan terus ia nikmati harta riba tersebut sampai dia meninggalkan dunia ini, maka betapa besar dosa yang akan ia hadapi nanti.

Bukankah tertutupnya hati itu dikarenakan titik-titik hitam yang terkumpul di hati kita ketika kita bermaksiat sedikit demi sedikit.

Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :

إنَّ المُؤْمَنَ إذَا أذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فإن تابَ وَنـزعَ وَاسْتَغْفَرَ صَقَلَتْ قَلْبَهُ، فإنْ زَادَ زَادَتْ حتى تَعْلُو قَلْبَهُ، فَذَلكَ الرَّانُ الَّذي قال الله: ( كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ )

Artinya : sesungguhnya jika seorang mu’min melakukan perbuatan dosa, maka akan terdapat titik hitam di hatinya, namun apabila dia bertaubat dan menanggalkan (maksiat tersebut) dan meminta ampun maka hatinya akan kembali bersih, namun apabila dia terus menambah (maksiat tersebut) maka bertambah pula (titik hitam) sampai menutupi hatinya, maka itulah “الران” (penutup) di dalam firman Allah :

“Sekali-kali tidak! Bahkan, dosa-dosa yang selalu mereka kerjakan itu akan menutupi hati mereka.”

(QS. Al-Muthaffifin: 14)

Maka kita sebagai pemegang kendali tinggal kita pilih manalah yang kita inginkan, Sedikit demi sedikit lama lama banyak pahala atau sedikit demi sedikit lama lama banyak dosa.

Masa iya kita memilih banyak dosa, ah ente kadang kadang ente.

Wallahu A’lam.

 

Oleh : Ustadz Azmi Masykur, Lc

Berita
PSB
Home
Kontak
Cari